Budaya positif di sekolah dapat didefinisikan sebagai kebiasaan-kebiasaan atau pembiasaan yang tersistem yang dilakukan untuk membentuk karakter positif warga sekolah yang bersangkutan. Tujuan dari budaya positif di sekolah adalah untuk membentuk karakter siswa. Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter dapat diibaratkan sebagai tempat bersemai benih-benih kebaikan. Pembentukan karakter siswa di sekolah dilakukan melalui penerapan budaya positif yang diatur secara sistematis dan dilaksanakan secara berulang-ulang sehingga membentuk sebuah kebiasaan baik dan kebiasaan baik tersebut berubah menjadi karakter positif. Pembentukan karakter di sekolah harus didukung dan dilaksanakan oleh semua warga sekolah untuk mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu, budaya positif di sekolah tidak dapat berdiri sendiri dalam mencipatakan budaya ajar yang baik.
Hal pertama yang harus dilakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah khususnya di kelas yaitu dengan membuat kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menyusun kesepakatan kelas adalah (1) menanyakan pendapat murid tentang keinginan mereka terhadap kondisi kelas, teman-temannya, dan guru (2) menanyakan ide dari murid untuk mencapai kelas impiannya, (3) mengambil kesimpulan dari ide murid, (4) mengubah ide menjadi kesepakatan kelas, (5) menandatangani kontrak kesepakatan, dan (6) melakukan refleksi rutin/melihat bersama poster kontrak kesepakatan.
Dalam membuat kesepakatan kelas guru dan murid memiliki peran yang sangat penting, jika memungkinkan bisa juga melibatkan kepala sekolah misalnya dalam penandatanganan kontrak yang sudah disepakati agar lebih resmi. Penerapan kesepakatan kelas dapat membangun budaya positif melalui kebiasaan dalam melaksanakan poin-poin kesepakatan yang telah dibuat, dari kesepakatan ini kita belajar untuk patuh, berkomitmen, dan disiplin dalam menjalankan kesepakatan kelas yang sudah disusun bersama-sama. Komitmen dangat penitng dalam membuat kesepakatan kelas agar kesepakatan tersebut dapat dilaksanakan oleh semua pihak dengan baik, dan untuk menjaga komitmen tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan disiplin positif.
Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, penyedia penitipan anak, pekerja muda, dan lainnya). Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka. Disipilin positif ini sebagai pengganti hukuman dan hadiah tidak lagi relevan untuk diterapkan karena hal tersebut dianggap kurang dapat menumbuhkan motivasi instrinsik siswa.
Hal yang sangat menarik dalam penerapan disiplin positif ketika murid melakukan pelanggaran yaitu mengangap kesalahan merupakan kesempatan yang baik murid untuk belajar. Kadang kala kita menganggap kesalahan sebagai sebuah dosa besar, padahal jika kita dapat mengambil hikmah dari kesalahan, maka kita akan mendapatkan pelajaran yang luar biasa. Ada beberapa cara bagaimana kita sebagai guru dapat menempatkan kesalahan sebagai suatu yang baik bagi murid. Pertama, kita dapat memberikan respon kesalahan dengan kasih saying dan kebaikan dibandingkan dengan menyalahkan, menuduh, dan menceramahi. Kedua, kita dapat memberikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuansi yang mungkin terjadi dari tindakannya. Kemudian, kita hendaknya bisa melihat kesempaatn terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan teman-teman lainnya. Ketika kita mengajak anak berdiskusi tentang kesalahan, maka fokuslan pada solusi dan pahamkan tentang konsekuensi.
Adapun prinsip konsekuensi dan solusi yaitu, related (berhubungan dengan perilaku), respectful (penuh hormat), reasonable (masuk akal), dan helpful (membantu). Related (berhubungan dengan perilaku) maksudnya adalah ketika membuat konsekuensi, maka konsekuensi tersebut harus sesuai dengan perilaku yang dilanggar dan mengarah pada perilaku yang seharusnya dilakukan. Kedua, konsekuensi yang dibuat harus dilakukan dengan penuh hormat dan mengarahkan siswa menjadi perilaku yang penuh hormat (respectful). Selanjutnya, konsekuensi harus masuk akal dan tidak mengada- ada agar solusi dapat tercapai. Terakhir, konsekuensi harus dapat membantu siswa menemukan solusi dan membantunya mencapai karakter positif yang diharapkan,
Selanjutnya, pentingnya penerapan budaya positif di kelas berkaitan dengan materi-materi yang sudah dipelajari di modul guru penggerak sebelumnya. Kita telah memahami pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang tujuan pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tunbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Penerapanbudaya positif ini merupakan upaya untuk menuntun anak menjadi pribadi yang memiliki karakter positif, mandiri, dan memiliki kompetensi untuk bertahan hidup. Hal ini juga mengingatkan kembali peran guru supaya tidak memaksakan kompetensi pada anak, tetapi lebih kepada menemukan potensi mereka. Kemudian, kaitan lainnya adalah penerapan budaya positif yang diperoleh melalui kesepakatan kelas ini merupakan wujud dari inkuiri apresiatif sebagai sebuah metode perubahan yang didasarkan pada kolaborasi dan kekuatan positif guna mewujudkan murid merdeka dalam belajar.
Penerapan budaya positif ini tidak hanya dilakukan di kelas saja, tetapi calon guru penggerak juga harus dapat menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah melalui komunikasi dengan rekan guru ataupun kepala sekolah. Dalam hal ini guru penggerak diharapkan mampu menjadi inisiator penerapan budaya positif dengan menjadi contoh bagi guru lainnya dan mengajak serta melibatkan rekan guru dalam merancang program-program untuk membentuk budaya positif di sekolah serta meminta masukan serta persetujuan dari kepala sekolah dan mengkomunikasikannya dengan orang tua. Jika hal ini sudah dapat dilakukan maka budaya positif tidak hanya terjadi di kelas saja tetapi juga dapat diterapkan di seluruh sekolah sehingg a menjadi budaya positif sekolah yang dapat mewujudkan visi sekolah.